This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 12 Oktober 2016

Historiografi Indonesia

Historiografi Indonesia




BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Pemahaman akan historiografi di Indonesia pada umumnya sangatlah kurang, bias dilihat dari kurangnya hasil penulisan sejarah (historiografi) yang setiap tahunnya sekamin berkurang, lebih lagi historiografi merupakan langkah awal bagi para mahasiswa dan mahasiswi untuk melakukan penulisan tugas akhir perkulihan (Skipsi). Terlepas dari ini kesadaraan masyarakat akan pentingnya historiografi yang apa adanya sangatlah kurang, dikarnakan kebiasaan masyakarat Indonesia pada umumnya tidak suka untuk menulis.
            Dengan demikin historiografi harus ditingkatkan karena historiografi yang benar dapat meluruskan sejarah itu sendiri (Sejarawan yang Objektif), meskipun tidak bida dipungkiri peranan dari penguasa pada saat penulisan historiografi tidak bias di pandang remeh. Dari Historiografi Tradisional sampai Historiografi Moderen tidak terlepas dari penguasa pada waktu itu, kita tau bahwa Maha Raja mempunyai andil besar dalam penulisan historiografi pada masa tradisional, dimana Raja dianggap sebagai pengati/wakil tuhan di bumi. Hal ini dikarnakan penulisan historiografi pada waktu itu yang mengagung-angungkan raja itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diambil pokok masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1.      Bahagaimana Penulisan Historiografi di Indonesia?
2.      Bahagaimana Pembagian Historiografi di Indonesia?
3.      Mangapa peranan penguasa pada penulisan Historiografi tidak bias di lepaskan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1.      Memahami proses Historiografi di Indonesia.
2.      Memahami pemabian Historiografi di Indonesia.
3.      Memahami peranan penguasa pada masa penulisan Historiografi di Indonesia.
1.4 Manfaat
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
Manfaat teoritis :
1.      Bagi penulis, akan menambah pemahaman tentang Historiografi di Indonesia serta perkembangannya.
2.      Bagi  masyarakat  pada  umumnya,  menembah  wawasan  tentang  sejarah Historiografi dari masa ke masa serta perkembangannya.

BAB II
PEMBAHASAN 
2.1 Historiografi
Historiografi merupakan pandangan sejarawan terhadap peristiwa sejarah, yang dituangkan di dalam penulisannya itu akan dipengaruhi oleh situasi zaman dan lingkungan kebudayaan di mana sejarawawan itu hidup. Dengan kata lain, pandangan sejarawan itu selalu mewakili zaman dan kebudayaannya.
Historiografi dapat diartikan sebagai pencarian terhadap pemikiran sejarawan pada zamannya. Historiografi mencari tentang ide, subyektifitas, dan interprestasinya. Sebagai sebuah alat untuk melihat sejarah intelektual atau mentalis seorang sejarawan, maka haruslah dilakukan sebuah studi mengenai karya-karyanya.
Dalam sebuah historiografi yang dapat disamakan dengan mempelajari sejarahnya penulisan sejarah. Seperti yang telah dipaparkan oleh Adaby Darban, Mempelajari sejarah penulisan (Historiografi) berarti bahwa setiap zaman penulisan sejarah akan berbeda, menurut perspektif seorang sejarawan pada saat penulisan tersebut. Sehingga dalam sebuah penulisan atau historiografi terdapat perkembangan penulisan sejarah dengan pengaruh zaman, lingkungan, kebudayaan pada setiap penulisan sejarah, perkembangan penggunaan teori dan metodologi dan seni pengungkapan serta penyajian sejarah.

2.2 Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional merupakan penulisan sejarah  yang berdasarkan tradisi  suatu etnis atau masyarakat setempat. Tentunya hasil penulisan sejarah yang ditinggalkan, penulisannya yang digarap secara tradisional (tidak menggunakan keilmuan analitis dan kritis modern). Historiografi tradisional adalah tradisi penulisan sejarah yang berlaku pada masa setelah masyarakat Indonesia mengenal tulisan, baik pada Zaman Hindu-Budha maupun pada Zaman Islam. pada abad 4 M sampai abad 17 M.
Perkembangan historiografi di indonesia dimulai pada zaman kerajaan yang dipelopori oleh empu prapanca yang menulis kitab Negarakertagama. Pada zaman ini yang menjadi penulis sejarah adalah para pujangga-pujangga yang bertujuan untuk memuji dan mengkultuskan Raja sebagai pusat kosmik, dan lebih kepada konsep Istana-sentris. Adapun ciri-ciri historiografi tradisional yaitu:
a.       Penulisannya bersifat istana sentris yaitu berpusat pada keinginan dan kepentingan raja. Berisi masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa. Menyangkut raja dan kehidupan istana.
b.      Memiliki subjektifitas yang tinggi sebab penulis hanya mencatat peristiwa penting di kerajaan dan permintaan sang raja.
c.       Etnosentris, Penulisan selalu bersifat kedaerahan, Hanya terpaut pada suku bangsa tertentu. Dan sangaty berpusat pada kedaerahan.
d.      Bersifat melegitimasi (melegalkan/mensahkan) suatu kekuasaan sehingga seringkali anakronitis (tidak cocok).
e.       Supranatural, Dalam hal ini kekuatan kekuatan gaib yang tidak bias diterima dengan akal sehat sering terdapat di dalamnya.
f.       Kebanyakan karya-karya tersebut kuat dalam genealogi (silsilah) tetapi lemah dalam hal kronologi dan detil-detil biografis.
g.      Pada umumnya tidak disusun secara ilmiah tetapi sering kali data-datanya bercampur dengan unsur mitos dan realitas (penuh dengan unsur mitos).
h.      Sumber-sumber datanya sulit untuk ditelusuri kembali bahkan terkadang mustahil untuk dibuktikan.
i.        Dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat dimana naskah tersebut ditulis sehingga merupakan hasil kebudayaan suatu masyarakat.
j.        Cenderung menampilkan unsur politik semata untuk menujukkan kejayaan dan kekuasaan sang raja.
k.      anonim (umumnya pengarangnya tidak jelas)
Bentuk dari Historiografi tradisional dapat berupa, Babad Tanah Jawi, Babad Kraton, Babad Diponegoro, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Silsilah Raja Perak, Hikayat Tanah Hitu, Kronik Banjarmasin, dsb.

2.2.1 Historigrafi tradisional dapat dibagi menjadi tiga bentuk
1.      Historiografi Tradisional Kuno
Ciri-ciri historiografi tradisional kuno sebagai berikut :
a.       Merupakan Hasil Terjemahan Kebudayaan Hindu Kitab.
Ramayana yang dikarang  oleh  Walmiki  merupakan  salah  satu  dampak  yang ditimbulkan  dari  penyebaran agama Hindu-Budha dari India yang sampai ke Indonesia. Akibat lain yang  ditimbulkan adalah munculnya pengaruh hasil-hasil kebudayaan yang bisa dilihat dengan  banyaknya kitab-kitab dari India yang diterjemahkan dalam bahasa setempat (Jawa Kuno)  seperti  kitab  Mahabarata  dan Ramayana.
b.      Bersifat Religiomagis
Karya-karya historiografi yang dihasilkan didominasi oleh unsur kepercayaan. Hal ini bertujuan  dalam  rangka  penyebaran  agama.  Contohnya  adalah  Aji  Saka,  dan Sutasoma
c.       Bersifat Kratonsentris
Penulisan  historiografinya  memusatkan  perhatian  pada  sudut  pandang  kraton. Contohnya kitab Negarakartagama yang menceritakan tentang Ken Arok sebagai raja Kerajaan  Singasari  sampai  kepada  pemerintahan  Hayam  Wuruk  dari  Kerajaan majapahit.
d.      Bertujuan Untuk Menaikkan Martabat Kasta Brahmana
Historigrafi  yang  ditulis  umumnya  berisi  menganai  peranan  kasta  brahmana  pada suatu  negeri.  Contohnya  kitab  Calon  arang  yang  bercerita  tentang  seorang brahmana  yang  bernama  Bharada  bersama  muridnya  yang  bernama  Mpu  bahula berhasil  membunuh  Calon  Arang  yang  telah  menyebarkan  wabah  penyakit  di seluruh negeri bawahan Raja Airlangga.
2.      Historiografi Tradisional Tengah
Historiografi yang dihasil umumnya berupa kidung dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Peristiwanya Terjadi di Luar Kraton
Penulisan  sejarah  (kidung)  sudah  memperhatikan  kejadian-kejadian  yang  terjadi  di luar  lingkungan  kraton.  Historigrafi  ini  (kidung)  ditulis  dengan  tujuan  memperingati peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah
b.      Bersifat Etnosentris
Historigrafi  ditulis  berdasarkan  sudut  pandang  suku  atau  kebudayaan  tertentu. Contonya  kidung-kidung  yang  dihasilkan  sebagai  hasil  penulisan  sejarah  semuanya berbentuk khas Jawa.
c.       Bersifat Naratif Konsepsional
Isi  historiografi bersifat narasi  sehingga  ceritanya  bersifat  subjektif  meskipun  masih berdasar pada fakta-fakta yang ada.
d.      Bersifat Nonofficial
Historigrafi ini bertujuan untuk memberikan pengertian kepada masyarakat tentang norma-norma kebaikan dan kepahlawanan.
3.      Historiografi Tradisional Baru
Ciri-ciri historiografi tradisional baru adalah sebagai berikut :
a.       Unsur-unsurnya Bergaya Islam Jawa (Mitologis)
Mitologis  akan  menjawab  pertanyaan  bagaimana sesuatu  itu  dapat  terjadi.  Dalam kebudayaan  Islam  sesuatu  terjadi  karena  kekuatan  alam  yang  dipersonifikasikan dengan  kedatangan  wahyu.  Sebagai  contoh  :  seorang  raja  yang tidak diketahui  asal usulnya  tetapi  dapat  menjadi  raja  dikatakan  ia  mendapatkan  wahyu,  seperti  yang dialami oleh Jaka Tingkir (Raja Pajang) dan Sutawijaya (Raja Mataram Islam)
b.      Bersifat Kronologi
Ceritanya telah disusun berdasarkan urutan waktunya seperti urutan waktu berdirinya kerajaan yang ditulis dalam sebuah babad.
c.       Bersifat Etnosetris
Ceritanya hanya terjadi pada kalangan, suku atau kebudayaan tertentu.
d.      Bersifat Feodalistik
Ceritanya  berkisar  kejadian  disekitar  kraton  sehingga  peristiwa  yang  sama  sekali tidak berhubungan dengan kraton tidak disinggung. Hal ini dikarenakan orang-orang yang menulisnya adalah orang yang bekerja pada kraton
Banyak sejarawan yang awalnya sampai tahun 1960-an tidak mau menggunakan naskah-naskah tersebut sebagai sumber atau referensi karya ilmiah. Akan tetapi, pada perkembangannya karena melalui berbagai penelitian membuktikan bahwa bayak hal yang ditulis dalam naskah tradisional tersebut dapat terungkap pula dalam sumber-sumber sejarah yang lain maka mereka mulai menganggap bahwa naskah/ historiografi tradisional tersebut dapat pula dijadikan sumber atau acuan sejarah.

2.3 Historiografi Kolonial
Pada abad 17-20 M, historiografi kolonial merupakan historiografi warisan colonial dan penulisannya digunakan untuk kepentingan penjajah. Ciri-cirinya:
a.       Tujuannya untuk memperkuat kekuasaan mereka di Indonesia. Jadi disusun untuk membenarkan penguasaan bangsa mereka terhadap bangsa pribumi (Indonesia). Sehingga untuk kepentingan tersebut mereka melupakan pertimbangan ilmiah.
b.      Selain itu semuanya didominasi untuk tindakan dan politik kolonial.
c.       Historiografi kolonial hanya mengungkapkan mengenai orang-orang Belanda dan peristiwa di negeri Belanda serta mengagung-agungkan peran orang Belanda sedangkan orang-orang Indonesia hanya dijadikan sebagai objek.
d.      Historiografi kolonial memandang peristiwa menggunakan sudut pandang kolonial. Sifat historiografi kolonial eropasentris.
e.       Ditujukan untuk melemahkan semanangat para pejuang atau rakyat Indonesia.
Sumber-sumber historiografi kolonial berasal dari dokumen-dokumen VOC, Geewoon Archief dan Gehem Achief, Wilde Vaart; catatan pelayaran orang orang belanda di perairan, Koloniale Verslagen laporan tahunan pemerintah belanda.
Seperti contohya: Orang Belanda menyebut ”pemberontakan” bagi setiap perlawanan yang dilakukan oleh daerah untuk melawan kekuasaan Belanda/ kekuasaan asing yang menduduki tanah airnya. Oleh Belanda itu dianggap sebagai ”perlawanan terhadap kekuasaannya yang sah sebagai pemilik Indonesia”. Seperti Perlawanan yang dilakukan oleh Diponegoro, Belanda menganggap itu sebagai ”Pemberontakan Diponegoro”.
Historiografi kolonial ini  bersamaan dengan berakhirnya historiografi tradisional. Karena pada saat itu Indonesia sedang  sedang di kuasai oleh kolonialis Belanda.  Pada saat Indonesia dibawah pemerintahan kolonial, penulisan sejarah digunakan untuk kepentingan penjajah. Sejarah yang ditulis pada saat itu tentang peristiwa dinegeri Belanda dan Indonesia disini hanya sebagai bagaian dari ekspansi bangsa Belanda. Jadi orang belanda yang ditonjolkan sehingga penulisannya pun menggunakan eropasentris/nerlandosentris.
Bagi para sejarawan Indonesia, pengetahuan tentang bahasa Belanda dan sumber-sumber Belanda mutlak diperlukan. Hampir semua dokumen resmi dan sebagian besar memoar pribadi serta gambaran mengenai negeri ini, yang muncul selama lima puluh tahun terakhir, tertulis dalam bahasa tersebut. Tanpa itu, penelitian mengenai aspek mana pun dari sejarah Indonesia mustahil dilakukan. Namun dilihat sepintas lalu, sebagian besar sumber-sumber Belanda mungkin tampak tidak penting kaitannya dengan sejarah Indonesia. Seorang sejarawan Indonesia berhak bertanya: apa peduliku pada berita-berita yang dicatat oleh suatu bangsa lain selain bangsa Indonesia? Laporan-laporan resmi Belanda pasti melukiskan kehidupan serta tindakan orang Belanda, dan bukan orang Indonesia. Laporan itu ditulis dengan sudut pandang Eropa, bukan Asia.

2.4 Historiografi Nasional/ Modern
Menjelang kemerdekaan Indonesia pada masa kemerdekaan telah muncul karya karya yang berisi perlawanan terhadap pemerintah colonial yang di lakukan oleh pahlawan nasional, Secara umum tulisan ini merupakan ekspresi dan semangat nasionalistis yang berkobar kobar. Periode ini disebut sebagai periode post Revolusi atau Historiografi pada masa Pasaca Proklamasi. Tokoh tokoh nasional menjadi simbol kenasionalan dan memberi identitas bagi bangsa Indonesia, Jenis sejarah semacam ini perlu di hargai sebagai fungsi sosiopolitik, yaitu membangkitkan semangat nasional.
Penulisan sejarah pada masa pasca kemerdekaan didominasi oleh penulisan mengenai peristiwa-peristiwa yang masih hangat waktu itu, yaitu mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Pada masa ini penulisan sejarah meliputi beberapa peristiwa penting, misalnya proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pembentukan pemerintahan Republik Indonesia. Kejadian-kejadian sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia yang meliputi sebab-sebab serta akibatnya bagi bangsa ini merupakan sorotan utama para penulis sejarah.
Pada masa ini mulai muncul lagi penulisan sejarah yang Indonesia sentris yang artinya penulisan sejarah yang mengutamakan atau mempunyai sudut pandang dari Indonesia sendiri. Pada masa sebelumnya yaitu masa colonial, penulisan sejarah sangat Eropa sentris karena yang melakukan penulisan tersebut adalah orang-orang eropa yang mempunyai sudut pandang bahwa orang eropa merupakan yang paling baik.  Pada masa kemerdekaan ini penulisan sejarah telah dilakukan oleh bangsa sendiri yang mengenal baik akan keadaan Negara ini, jadi dapat dipastikan bahwa isi dari penulisan tersebut dapat dipercaya. Penulisan sejarah yang Indonesia sentris memang sudah dimulai jauh pada masa kerajaan-kerajaan, tetapi kemudian ketika bangsa barat masuk ke Indonesia maka era penulisan sejarah yang Indonesia sentris  mulai meredup dan digantikan oleh historiografi yang eropa sentris.
Ada pada abad 20 M sampai dengan  sekarang. Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia maka masalah sejarah nasional mendapat perhatian yang relatif besar terutama untuk kepentingan pembelajaran di sekolah sekaligus untuk sarana pewarisan nilai-nilai perjuangan serta jati diri bangsa Indonesia. Ditandai dengan:
1.      Mulai muncul gerakan Indonesianisasi dalam berbagai bidang sehingga istilah-istilah asing khususnya istilah Belanda mulai diindonesiakan selain itu buku-buku berbahasa Belanda sebagian mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
2.      Mulai Penulisan sejarah Indonesia yang berdasarkan pada kepentingan dan kebutuhan bangsa dan negara Indonesia dengan sudut pandang nasional.
3.      Orang-orang dan bangsa Indonesialah yang menjadi subjek/pembuat sejarah, mereka tidak lagi hanya sebagai objek seperti pada historiografi kolonial.
4.      Penulisan buku sejarah Indonesia yang baru awalnya hanya sekedar menukar posisi antara tokoh Belanda dan tokoh Indonesia.
Jika awalnya tokoh Belanda sebagai pahlawan sementara orang pribumi sebagai penjahat, maka dengan adanya Indonesia maka kedudukannya terbalik dimana orang Indonesia sebagai pahlawan dan orang Belanda sebagai penjahat tetapi alur ceritanya tetap sama.
Keadaaan yang demikian membuat para sejarawan dan pengamat sejarah terdorong untuk mengadakan ”Kongres Sejarah Nasional” yang pertama yaitu pada tahun 1957.  Tahun ini dianggap sebagai titik tolah  kesadaran sejarah baru, ( Jurnal of Southheast Asian History, Vol. VI, No.1 1965). Sementara itu, kurun historigrafi tradisional  dianggap berakhir dengan tulisannya buku Cristische  Bescchouwing van de sadjarah van Banten oleh Hoesein Djajadiningrat pada tahun 1913 (Djajadiningrat, 1913). Buku itu dengan cara kritis mengkaji tradisi penulisan babad dalam khasana sastra. Historiografi Indonesia  barulah untuk pertama kalinya muncul dalam seminar sejarah nasional pertama. Agenda dari seminar itu  meliputi filksafat nasional, periodisasi sejarah Indonesia dan pendidikan sejarah. Dari sinilah dimulainya nasionalisasi atau untuk menggunakan istilah saat ini pribuminisasi historiografi Indonesia, (Kuntowijoyo, 2003).
Pada tahun 1970, terjadi perdebatan dikalangan sejarawan pada khususnya yaitu tentang  bagaimana meletakkan  tekanan pada peranan sejrah orang Indonesia dalam sejarah nasional. Alasan ini tidak lain karena semua kepustakaan sejarah lebih condong  pada peranan orang-orang Eropa (historiografi kolonial) dan melihat sejarah Indonesia sebagai sejarah ekspansi  Eropa  di Indonesia . jadi pada tahun inilah terjadi banyak perubahan pada tahun-tahun setelah 1970 tidak saja dalam arti pemikiran bagaimana sejarah seharusnya ditulis
Oleh karena itu penulisan sejarah yang seharusnya adalah:
1.      Sebuah penulisan yang tidak sekedar mengubah pendekatan dari eropasentris menjadi indonesiasentris, tetapi juga menampilkan hal-hal baru yang sebelumnya belum sempat terungkap.
2.      Penulisan sejarah dengan cara yang konvensional (yang hanya mengandalkan naskah sebagai sumber sejarah) yang bersifat naratif, deskriptif, kedaerahan, serta tema-tema politik dan penguasa diganti dengan cara penulisan sejarah yang kritis (struktural analitis).
3.      Menggunakan pendekatan multidimensional. Caranya yaitu dengan menggunakan teori-teori ilmu sosial untuk menjelaskan kejadiaan sejarah sesuai dengan dimensinya dengan menggunakan sumber-sumber yang lebih beragam daripada masa sebelumnya.
4.      Mengungkapkan dinamika masyarakat Indonesia dari berbagai aspek kehidupan yang kemudian dapat dijadikan bahan kajian untuk memperkaya penulisan sejarah Indonesia.
Jadi jika kita telusuri usaha penulisan sejarah nasional Indonesia telah menempuh berbagai jalan antaranya:
1)      Adanya keinginan untuk menuliskan sejarah Indonesia yang nasionalistik sebagaimana dicanangkan  dalam seminar sejarah nasional I di yogyakarta pada tahun 1957. Keinginan tersebut telah banyak melahirkan buku-buku pelajaran sejarah Indonesia yang sesuai dengan cita-cita kemerdekaan dan nasionalisme.
Bersamaan dengan kecendrungan kearah dekolonisasi dalam penulisan sejarah Indonesia itu, dikalangan penulis-penulis sejrah tentang Indonesia timbul gagasan untuk berpindah  dari penulisan sejarah yang Europe-centric ke sejarah yang asia- centric.
2)      Keinginan untuk adanya suatu sejarah Indonesia yang ilmiah seperti dinyatakan dalam seminar Sejarah Nasional II di yogyakarta pada tahun 1970. Pada seminar Sejarah Nasional II di yogyakarta pada tahun 1970, Dr. Sartono Kartodirdjo memberikan pendapat tentang ciri-ciri historiografi Nasional yaitu pertama, mampu memperhatikan berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Kedua, menggunakan pendekatan dari berbagai ilmu (multidimensional approach), ketiga menerapkan sejarah analitis dan ke empat, tidak mengabaikan sejarah lokal.
Keinginan tersebut telah memperluas  ruang lingkup penulisan sejarah  dengan masuknya pendekatan-pendekatan baru.  Sekalipun gema dari seruan sejarah ilmiah itu kebanyakan masih terbatas pada penulisan-penulisan skripsi dan tesis diperguruan-perguruan tinggi. Kiranya kesadaran baru tentang penulisan sejarah sudah mendapatkan momentumnya. Masih dalam dekade tahun 1970-1n ada usaha untuk menyelenggarakan suatu program sejarah lisan yang dikelolah oleh arsip nasional bekerjasama dengan para sejarawan dan perguruan tinggi. Hasil dari usaha terakhir ini  sudah tampak sekalipun belum banyak benar.
Usaha yang ditempuh oleh sejarawan dalam menuliskan sejarah nasional Indonesia terdiri dari enam jilid, dimana pembagian sejarah Nasional tersebut  menampilkan beberapa periodisasi antara lain:
a.       Jilid I tentang zaman prasejarah Indonesia
b.      Jilid II tentang zaman kuno (awal M-1500M)
c.   Jilid III tentang zaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia (±1500-1800).
d.      Jilid IV tentang abad ke sembilan belas (±1800-1900)
e.       Jilid V tentang zaman kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda (±1900-1942).
f.       Jilid VI tentang zaman Jepang dan zaman Republik Indonesia (±1942-1984).
3)      Perkembangan selanjutnya  adalah penyelenggaraan seminar sejarah Nasional  III di jakarta (1981), pada saat itu sejarawan Indonesia sudah sadar perlunya teori dan metodologi dalam penulisan. Arah penulisannya berdasarkan pendekatan ilmu-ilmu sosial. Selanjutnya pada seminar sejarah nasional Indonesia IV (1985) di yogyakarta diputuskan bahwa pada penulisan sejarah Indonesia di lakukan berdasarkan periode dan tema. Sebagai contoh, periode revolusi dan periode kemerdekaan dengan tema sejarah lokal dan sejarah sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
            Historiografi dapat diartikan sebagai pencarian terhadap pemikiran sejarawan pada zamannya dan tidak bila dilepaskan dari sosok pemimpin. Apabila seseorang meluniskan Historiografi tidak bias lepas dari penguasa pada waktu itu seperi Historiografi Zaman Tradisional, di mana lebih mengutamakan kejayaan kerajaan dan mengagung – angungkan maha raja (Kraton Senteris). Ketika kolonial berkuasa seperti Belanda, historiografi memandang pemberontakan yang dilakukkan para penduduk pribumi merupakan hal yang salah dan tidak bias diampuni  (Eropa Sentris). Begitu pula pada masa modern, dimana hal yang berbau dengan penjajah itu sangat merugikan dan harus dilawan. Seperti Pangeran Diponegoro yang merupakan pahlawan bagi bangsa Indonesia karena membela Indonesia (Indonesia Sentris).

DAFTAR PUSTAKA
·      Kartodirdjo Sartono, 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi  Indonesia:  suatu   Alternatif.  Jakarta: Gramedia.
·         Purwanto, 2004. Sejarawan Akademik dan Disorientasi Historiografi: Sebuah Otokritik. Yogyakarta: Gramedia.
·         Miskawi, 2012. metodelogi-dan-historiografi-sejarah.PDF (Diakses pada 27 September 2016)