Historiografi Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pemahaman
akan historiografi di Indonesia pada umumnya sangatlah kurang, bias dilihat
dari kurangnya hasil penulisan sejarah (historiografi) yang setiap tahunnya
sekamin berkurang, lebih lagi historiografi merupakan langkah awal bagi para
mahasiswa dan mahasiswi untuk melakukan penulisan tugas akhir perkulihan
(Skipsi). Terlepas dari ini kesadaraan masyarakat akan pentingnya historiografi
yang apa adanya sangatlah kurang, dikarnakan kebiasaan masyakarat Indonesia
pada umumnya tidak suka untuk menulis.
Dengan
demikin historiografi harus ditingkatkan karena historiografi yang benar dapat
meluruskan sejarah itu sendiri (Sejarawan yang Objektif), meskipun tidak bida
dipungkiri peranan dari penguasa pada saat penulisan historiografi tidak bias
di pandang remeh. Dari Historiografi Tradisional sampai Historiografi Moderen
tidak terlepas dari penguasa pada waktu itu, kita tau bahwa Maha Raja mempunyai
andil besar dalam penulisan historiografi pada masa tradisional, dimana Raja
dianggap sebagai pengati/wakil tuhan di bumi. Hal ini dikarnakan penulisan historiografi
pada waktu itu yang mengagung-angungkan raja itu sendiri.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas maka dapat diambil pokok masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah :
1.
Bahagaimana
Penulisan Historiografi di Indonesia?
2.
Bahagaimana
Pembagian Historiografi di Indonesia?
3.
Mangapa peranan
penguasa pada penulisan Historiografi tidak bias di lepaskan?
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan penelitian ini adalah:
1.
Memahami proses
Historiografi di Indonesia.
2.
Memahami
pemabian Historiografi di Indonesia.
3.
Memahami peranan
penguasa pada masa penulisan Historiografi di Indonesia.
1.4 Manfaat
Dari
hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
Manfaat
teoritis :
1. Bagi
penulis, akan menambah pemahaman tentang Historiografi
di Indonesia serta perkembangannya.
2. Bagi masyarakat
pada umumnya, menembah
wawasan tentang sejarah Historiografi
dari masa ke masa serta perkembangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Historiografi
Historiografi merupakan pandangan
sejarawan terhadap peristiwa sejarah, yang dituangkan di dalam penulisannya itu
akan dipengaruhi oleh situasi zaman dan lingkungan kebudayaan di mana
sejarawawan itu hidup. Dengan kata lain, pandangan sejarawan itu selalu
mewakili zaman dan kebudayaannya.
Historiografi dapat diartikan sebagai
pencarian terhadap pemikiran sejarawan pada zamannya. Historiografi mencari
tentang ide, subyektifitas, dan interprestasinya. Sebagai sebuah alat untuk
melihat sejarah intelektual atau mentalis seorang sejarawan, maka haruslah
dilakukan sebuah studi mengenai karya-karyanya.
Dalam
sebuah historiografi yang dapat disamakan dengan mempelajari sejarahnya
penulisan sejarah. Seperti yang telah dipaparkan oleh Adaby Darban, Mempelajari
sejarah penulisan (Historiografi)
berarti bahwa setiap zaman penulisan sejarah akan berbeda, menurut perspektif
seorang sejarawan pada saat penulisan tersebut. Sehingga dalam sebuah penulisan
atau historiografi terdapat perkembangan penulisan sejarah dengan pengaruh
zaman, lingkungan, kebudayaan pada setiap penulisan sejarah, perkembangan
penggunaan teori dan metodologi dan seni pengungkapan serta penyajian sejarah.
2.2 Historiografi
Tradisional
Historiografi
tradisional merupakan penulisan sejarah
yang berdasarkan tradisi suatu
etnis atau masyarakat setempat. Tentunya hasil penulisan sejarah yang
ditinggalkan, penulisannya yang digarap secara tradisional (tidak menggunakan
keilmuan analitis dan kritis modern). Historiografi tradisional adalah tradisi
penulisan sejarah yang berlaku pada masa setelah masyarakat Indonesia mengenal
tulisan, baik pada Zaman Hindu-Budha maupun pada Zaman Islam. pada abad 4 M
sampai abad 17 M.
Perkembangan
historiografi di indonesia dimulai pada zaman kerajaan yang dipelopori oleh empu
prapanca yang menulis kitab Negarakertagama. Pada zaman ini yang menjadi
penulis sejarah adalah para pujangga-pujangga yang bertujuan untuk memuji dan
mengkultuskan Raja sebagai pusat kosmik, dan lebih kepada konsep
Istana-sentris. Adapun ciri-ciri historiografi tradisional yaitu:
a. Penulisannya
bersifat istana sentris yaitu berpusat pada keinginan dan kepentingan raja.
Berisi masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa. Menyangkut
raja dan kehidupan istana.
b. Memiliki
subjektifitas yang tinggi sebab penulis hanya mencatat peristiwa penting di kerajaan
dan permintaan sang raja.
c. Etnosentris,
Penulisan selalu bersifat kedaerahan, Hanya terpaut pada suku bangsa tertentu.
Dan sangaty berpusat pada kedaerahan.
d. Bersifat
melegitimasi (melegalkan/mensahkan) suatu kekuasaan sehingga seringkali anakronitis
(tidak cocok).
e. Supranatural,
Dalam hal ini kekuatan kekuatan gaib yang tidak bias diterima dengan akal sehat
sering terdapat di dalamnya.
f. Kebanyakan
karya-karya tersebut kuat dalam genealogi (silsilah) tetapi lemah dalam hal
kronologi dan detil-detil biografis.
g. Pada
umumnya tidak disusun secara ilmiah tetapi sering kali data-datanya bercampur dengan
unsur mitos dan realitas (penuh dengan unsur mitos).
h. Sumber-sumber
datanya sulit untuk ditelusuri kembali bahkan terkadang mustahil untuk
dibuktikan.
i.
Dipengaruhi oleh faktor budaya
masyarakat dimana naskah tersebut ditulis sehingga merupakan hasil kebudayaan
suatu masyarakat.
j.
Cenderung menampilkan unsur politik
semata untuk menujukkan kejayaan dan kekuasaan sang raja.
k. anonim
(umumnya pengarangnya tidak jelas)
Bentuk
dari Historiografi tradisional dapat berupa, Babad Tanah Jawi, Babad Kraton,
Babad Diponegoro, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Silsilah
Raja Perak, Hikayat Tanah Hitu, Kronik Banjarmasin, dsb.
2.2.1
Historigrafi tradisional dapat dibagi menjadi tiga bentuk
1.
Historiografi Tradisional Kuno
Ciri-ciri historiografi tradisional kuno
sebagai berikut :
a.
Merupakan Hasil
Terjemahan Kebudayaan Hindu Kitab.
Ramayana yang dikarang oleh
Walmiki merupakan salah
satu dampak yang ditimbulkan dari
penyebaran agama Hindu-Budha dari India yang sampai ke Indonesia. Akibat
lain yang ditimbulkan adalah munculnya
pengaruh hasil-hasil kebudayaan yang bisa dilihat dengan banyaknya kitab-kitab dari India yang
diterjemahkan dalam bahasa setempat (Jawa Kuno)
seperti kitab Mahabarata
dan Ramayana.
b.
Bersifat
Religiomagis
Karya-karya historiografi yang
dihasilkan didominasi oleh unsur kepercayaan. Hal ini bertujuan dalam
rangka penyebaran agama.
Contohnya adalah Aji
Saka, dan Sutasoma
c.
Bersifat
Kratonsentris
Penulisan historiografinya memusatkan
perhatian pada sudut
pandang kraton. Contohnya kitab
Negarakartagama yang menceritakan tentang Ken Arok sebagai raja Kerajaan Singasari
sampai kepada pemerintahan
Hayam Wuruk dari
Kerajaan majapahit.
d.
Bertujuan Untuk
Menaikkan Martabat Kasta Brahmana
Historigrafi yang
ditulis umumnya berisi
menganai peranan kasta
brahmana pada suatu negeri.
Contohnya kitab Calon
arang yang bercerita
tentang seorang brahmana yang
bernama Bharada bersama
muridnya yang bernama
Mpu bahula berhasil membunuh
Calon Arang yang telah menyebarkan
wabah penyakit di seluruh negeri bawahan Raja Airlangga.
2.
Historiografi Tradisional Tengah
Historiografi yang dihasil umumnya
berupa kidung dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Peristiwanya
Terjadi di Luar Kraton
Penulisan sejarah
(kidung) sudah memperhatikan
kejadian-kejadian yang terjadi
di luar lingkungan kraton.
Historigrafi ini (kidung)
ditulis dengan tujuan
memperingati peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah
b.
Bersifat
Etnosentris
Historigrafi ditulis
berdasarkan sudut pandang
suku atau kebudayaan
tertentu. Contonya
kidung-kidung yang dihasilkan
sebagai hasil penulisan
sejarah semuanya berbentuk khas
Jawa.
c.
Bersifat Naratif
Konsepsional
Isi
historiografi bersifat narasi
sehingga ceritanya bersifat
subjektif meskipun masih berdasar pada fakta-fakta yang ada.
d.
Bersifat
Nonofficial
Historigrafi ini bertujuan untuk
memberikan pengertian kepada masyarakat tentang norma-norma kebaikan dan
kepahlawanan.
3.
Historiografi Tradisional Baru
Ciri-ciri historiografi tradisional baru
adalah sebagai berikut :
a.
Unsur-unsurnya
Bergaya Islam Jawa (Mitologis)
Mitologis akan
menjawab pertanyaan bagaimana sesuatu itu
dapat terjadi. Dalam kebudayaan Islam
sesuatu terjadi karena
kekuatan alam yang
dipersonifikasikan dengan
kedatangan wahyu. Sebagai
contoh : seorang
raja yang tidak diketahui asal usulnya
tetapi dapat menjadi
raja dikatakan ia
mendapatkan wahyu, seperti
yang dialami oleh Jaka Tingkir (Raja Pajang) dan Sutawijaya (Raja
Mataram Islam)
b.
Bersifat
Kronologi
Ceritanya telah disusun berdasarkan
urutan waktunya seperti urutan waktu berdirinya kerajaan yang ditulis dalam
sebuah babad.
c.
Bersifat
Etnosetris
Ceritanya hanya terjadi pada kalangan,
suku atau kebudayaan tertentu.
d.
Bersifat
Feodalistik
Ceritanya berkisar
kejadian disekitar kraton
sehingga peristiwa yang
sama sekali tidak berhubungan
dengan kraton tidak disinggung. Hal ini dikarenakan orang-orang yang menulisnya
adalah orang yang bekerja pada kraton
Banyak
sejarawan yang awalnya sampai tahun 1960-an tidak mau menggunakan naskah-naskah
tersebut sebagai sumber atau referensi karya ilmiah. Akan tetapi, pada perkembangannya
karena melalui berbagai penelitian membuktikan bahwa bayak hal yang ditulis
dalam naskah tradisional tersebut dapat terungkap pula dalam sumber-sumber
sejarah yang lain maka mereka mulai menganggap bahwa naskah/ historiografi
tradisional tersebut dapat pula dijadikan sumber atau acuan sejarah.
2.3
Historiografi Kolonial
Pada
abad 17-20 M, historiografi kolonial merupakan historiografi warisan colonial dan
penulisannya digunakan untuk kepentingan penjajah. Ciri-cirinya:
a. Tujuannya
untuk memperkuat kekuasaan mereka di Indonesia. Jadi disusun untuk membenarkan
penguasaan bangsa mereka terhadap bangsa pribumi (Indonesia). Sehingga untuk
kepentingan tersebut mereka melupakan pertimbangan ilmiah.
b. Selain
itu semuanya didominasi untuk tindakan dan politik kolonial.
c. Historiografi
kolonial hanya mengungkapkan mengenai orang-orang Belanda dan peristiwa di negeri
Belanda serta mengagung-agungkan peran orang Belanda sedangkan orang-orang Indonesia
hanya dijadikan sebagai objek.
d. Historiografi
kolonial memandang peristiwa menggunakan sudut pandang kolonial. Sifat historiografi
kolonial eropasentris.
e. Ditujukan
untuk melemahkan semanangat para pejuang atau rakyat Indonesia.
Sumber-sumber
historiografi kolonial berasal dari dokumen-dokumen VOC, Geewoon Archief dan
Gehem Achief, Wilde Vaart; catatan pelayaran orang orang belanda di perairan,
Koloniale Verslagen laporan tahunan pemerintah belanda.
Seperti
contohya: Orang Belanda menyebut ”pemberontakan” bagi setiap perlawanan yang dilakukan
oleh daerah untuk melawan kekuasaan Belanda/ kekuasaan asing yang menduduki tanah
airnya. Oleh Belanda itu dianggap sebagai ”perlawanan terhadap kekuasaannya
yang sah sebagai pemilik Indonesia”. Seperti Perlawanan yang dilakukan oleh
Diponegoro, Belanda menganggap itu sebagai ”Pemberontakan Diponegoro”.
Historiografi
kolonial ini bersamaan dengan berakhirnya
historiografi tradisional. Karena pada saat itu Indonesia sedang sedang di kuasai oleh kolonialis
Belanda. Pada saat Indonesia dibawah
pemerintahan kolonial, penulisan sejarah digunakan untuk kepentingan penjajah.
Sejarah yang ditulis pada saat itu tentang peristiwa dinegeri Belanda dan
Indonesia disini hanya sebagai bagaian dari ekspansi bangsa Belanda. Jadi orang
belanda yang ditonjolkan sehingga penulisannya pun menggunakan
eropasentris/nerlandosentris.
Bagi
para sejarawan Indonesia, pengetahuan tentang bahasa Belanda dan sumber-sumber Belanda
mutlak diperlukan. Hampir semua dokumen resmi dan sebagian besar memoar pribadi
serta gambaran mengenai negeri ini, yang muncul selama lima puluh tahun
terakhir, tertulis dalam bahasa tersebut. Tanpa itu, penelitian mengenai aspek
mana pun dari sejarah Indonesia mustahil dilakukan. Namun dilihat sepintas
lalu, sebagian besar sumber-sumber Belanda mungkin tampak tidak penting
kaitannya dengan sejarah Indonesia. Seorang sejarawan Indonesia berhak
bertanya: apa peduliku pada berita-berita yang dicatat oleh suatu bangsa lain selain
bangsa Indonesia? Laporan-laporan resmi Belanda pasti melukiskan kehidupan
serta tindakan orang Belanda, dan bukan orang Indonesia. Laporan itu ditulis
dengan sudut pandang Eropa, bukan Asia.
2.4
Historiografi Nasional/ Modern
Menjelang
kemerdekaan Indonesia pada masa kemerdekaan telah muncul karya karya yang berisi
perlawanan terhadap pemerintah colonial yang di lakukan oleh pahlawan nasional,
Secara umum tulisan ini merupakan ekspresi dan semangat nasionalistis yang
berkobar kobar. Periode ini disebut sebagai periode post Revolusi atau
Historiografi pada masa Pasaca Proklamasi. Tokoh tokoh nasional menjadi simbol
kenasionalan dan memberi identitas bagi bangsa Indonesia, Jenis sejarah semacam
ini perlu di hargai sebagai fungsi sosiopolitik, yaitu membangkitkan semangat
nasional.
Penulisan
sejarah pada masa pasca kemerdekaan didominasi oleh penulisan mengenai peristiwa-peristiwa
yang masih hangat waktu itu, yaitu mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam
memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Pada masa ini penulisan sejarah meliputi
beberapa peristiwa penting, misalnya proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pembentukan
pemerintahan Republik Indonesia. Kejadian-kejadian sekitar proklamasi kemerdekaan
Indonesia yang meliputi sebab-sebab serta akibatnya bagi bangsa ini merupakan sorotan
utama para penulis sejarah.
Pada
masa ini mulai muncul lagi penulisan sejarah yang Indonesia sentris yang
artinya penulisan sejarah yang mengutamakan atau mempunyai sudut pandang dari
Indonesia sendiri. Pada masa sebelumnya yaitu masa colonial, penulisan sejarah
sangat Eropa sentris karena yang melakukan penulisan tersebut adalah
orang-orang eropa yang mempunyai sudut pandang bahwa orang eropa merupakan yang
paling baik. Pada masa kemerdekaan ini
penulisan sejarah telah dilakukan oleh bangsa sendiri yang mengenal baik akan
keadaan Negara ini, jadi dapat dipastikan bahwa isi dari penulisan tersebut
dapat dipercaya. Penulisan sejarah yang Indonesia sentris memang sudah dimulai
jauh pada masa kerajaan-kerajaan, tetapi kemudian ketika bangsa barat masuk ke
Indonesia maka era penulisan sejarah yang Indonesia sentris mulai meredup dan digantikan oleh
historiografi yang eropa sentris.
Ada
pada abad 20 M sampai dengan sekarang.
Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia maka masalah sejarah nasional mendapat
perhatian yang relatif besar terutama untuk kepentingan pembelajaran di sekolah
sekaligus untuk sarana pewarisan nilai-nilai perjuangan serta jati diri bangsa
Indonesia. Ditandai dengan:
1. Mulai
muncul gerakan Indonesianisasi dalam berbagai bidang sehingga istilah-istilah
asing khususnya istilah Belanda mulai diindonesiakan selain itu buku-buku
berbahasa Belanda sebagian mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
2. Mulai
Penulisan sejarah Indonesia yang berdasarkan pada kepentingan dan kebutuhan bangsa
dan negara Indonesia dengan sudut pandang nasional.
3. Orang-orang
dan bangsa Indonesialah yang menjadi subjek/pembuat sejarah, mereka tidak lagi
hanya sebagai objek seperti pada historiografi kolonial.
4. Penulisan
buku sejarah Indonesia yang baru awalnya hanya sekedar menukar posisi antara tokoh
Belanda dan tokoh Indonesia.
Jika
awalnya tokoh Belanda sebagai pahlawan sementara orang pribumi sebagai
penjahat, maka dengan adanya Indonesia maka kedudukannya terbalik dimana orang
Indonesia sebagai pahlawan dan orang Belanda sebagai penjahat tetapi alur
ceritanya tetap sama.
Keadaaan
yang demikian membuat para sejarawan dan pengamat sejarah terdorong untuk mengadakan
”Kongres Sejarah Nasional” yang pertama yaitu pada tahun 1957. Tahun ini dianggap sebagai titik tolah kesadaran sejarah baru, ( Jurnal of
Southheast Asian History, Vol. VI, No.1 1965). Sementara itu, kurun
historigrafi tradisional dianggap
berakhir dengan tulisannya buku Cristische
Bescchouwing van de sadjarah van Banten oleh Hoesein Djajadiningrat pada
tahun 1913 (Djajadiningrat, 1913). Buku itu dengan cara kritis mengkaji tradisi
penulisan babad dalam khasana sastra. Historiografi Indonesia barulah untuk pertama kalinya muncul dalam
seminar sejarah nasional pertama. Agenda dari seminar itu meliputi filksafat nasional, periodisasi
sejarah Indonesia dan pendidikan sejarah. Dari sinilah dimulainya nasionalisasi
atau untuk menggunakan istilah saat ini pribuminisasi historiografi Indonesia, (Kuntowijoyo,
2003).
Pada
tahun 1970, terjadi perdebatan dikalangan sejarawan pada khususnya yaitu
tentang bagaimana meletakkan tekanan pada peranan sejrah orang Indonesia
dalam sejarah nasional. Alasan ini tidak lain karena semua kepustakaan sejarah
lebih condong pada peranan orang-orang
Eropa (historiografi kolonial) dan melihat sejarah Indonesia sebagai sejarah ekspansi Eropa
di Indonesia . jadi pada tahun inilah terjadi banyak perubahan pada tahun-tahun
setelah 1970 tidak saja dalam arti pemikiran bagaimana sejarah seharusnya
ditulis
Oleh
karena itu penulisan sejarah yang seharusnya adalah:
1. Sebuah
penulisan yang tidak sekedar mengubah pendekatan dari eropasentris menjadi indonesiasentris,
tetapi juga menampilkan hal-hal baru yang sebelumnya belum sempat terungkap.
2. Penulisan
sejarah dengan cara yang konvensional (yang hanya mengandalkan naskah sebagai
sumber sejarah) yang bersifat naratif, deskriptif, kedaerahan, serta tema-tema
politik dan penguasa diganti dengan cara penulisan sejarah yang kritis
(struktural analitis).
3. Menggunakan
pendekatan multidimensional. Caranya yaitu dengan menggunakan teori-teori ilmu
sosial untuk menjelaskan kejadiaan sejarah sesuai dengan dimensinya dengan
menggunakan sumber-sumber yang lebih beragam daripada masa sebelumnya.
4. Mengungkapkan
dinamika masyarakat Indonesia dari berbagai aspek kehidupan yang kemudian dapat
dijadikan bahan kajian untuk memperkaya penulisan sejarah Indonesia.
Jadi
jika kita telusuri usaha penulisan sejarah nasional Indonesia telah menempuh
berbagai jalan antaranya:
1) Adanya
keinginan untuk menuliskan sejarah Indonesia yang nasionalistik sebagaimana dicanangkan dalam seminar sejarah nasional I di
yogyakarta pada tahun 1957. Keinginan tersebut telah banyak melahirkan
buku-buku pelajaran sejarah Indonesia yang sesuai dengan cita-cita kemerdekaan
dan nasionalisme.
Bersamaan
dengan kecendrungan kearah dekolonisasi dalam penulisan sejarah Indonesia itu, dikalangan
penulis-penulis sejrah tentang Indonesia timbul gagasan untuk berpindah dari penulisan sejarah yang Europe-centric ke
sejarah yang asia- centric.
2) Keinginan
untuk adanya suatu sejarah Indonesia yang ilmiah seperti dinyatakan dalam seminar
Sejarah Nasional II di yogyakarta pada tahun 1970. Pada seminar Sejarah
Nasional II di yogyakarta pada tahun 1970, Dr. Sartono Kartodirdjo memberikan
pendapat tentang ciri-ciri historiografi Nasional yaitu pertama, mampu
memperhatikan berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Kedua, menggunakan
pendekatan dari berbagai ilmu (multidimensional approach), ketiga menerapkan
sejarah analitis dan ke empat, tidak mengabaikan sejarah lokal.
Keinginan
tersebut telah memperluas ruang lingkup
penulisan sejarah dengan masuknya pendekatan-pendekatan
baru. Sekalipun gema dari seruan sejarah
ilmiah itu kebanyakan masih terbatas pada penulisan-penulisan skripsi dan tesis
diperguruan-perguruan tinggi. Kiranya kesadaran baru tentang penulisan sejarah
sudah mendapatkan momentumnya. Masih dalam dekade tahun 1970-1n ada usaha untuk
menyelenggarakan suatu program sejarah lisan yang dikelolah oleh arsip nasional
bekerjasama dengan para sejarawan dan perguruan tinggi. Hasil dari usaha
terakhir ini sudah tampak sekalipun
belum banyak benar.
Usaha
yang ditempuh oleh sejarawan dalam menuliskan sejarah nasional Indonesia
terdiri dari enam jilid, dimana pembagian sejarah Nasional tersebut menampilkan beberapa periodisasi antara lain:
a. Jilid
I tentang zaman prasejarah Indonesia
b. Jilid
II tentang zaman kuno (awal M-1500M)
c. Jilid
III tentang zaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
(±1500-1800).
d. Jilid
IV tentang abad ke sembilan belas (±1800-1900)
e. Jilid
V tentang zaman kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda (±1900-1942).
f. Jilid
VI tentang zaman Jepang dan zaman Republik Indonesia (±1942-1984).
3) Perkembangan
selanjutnya adalah penyelenggaraan
seminar sejarah Nasional III di jakarta
(1981), pada saat itu sejarawan Indonesia sudah sadar perlunya teori dan
metodologi dalam penulisan. Arah penulisannya berdasarkan pendekatan ilmu-ilmu
sosial. Selanjutnya pada seminar sejarah nasional Indonesia IV (1985) di
yogyakarta diputuskan bahwa pada penulisan sejarah Indonesia di lakukan
berdasarkan periode dan tema. Sebagai contoh, periode revolusi dan periode kemerdekaan
dengan tema sejarah lokal dan sejarah sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
Historiografi
dapat diartikan sebagai pencarian terhadap pemikiran sejarawan pada zamannya
dan tidak bila dilepaskan dari sosok pemimpin. Apabila seseorang meluniskan
Historiografi tidak bias lepas dari penguasa pada waktu itu seperi Historiografi
Zaman Tradisional, di mana lebih mengutamakan kejayaan kerajaan dan mengagung –
angungkan maha raja (Kraton Senteris). Ketika kolonial berkuasa seperti
Belanda, historiografi memandang pemberontakan yang dilakukkan para penduduk
pribumi merupakan hal yang salah dan tidak bias diampuni (Eropa Sentris). Begitu pula pada masa
modern, dimana hal yang berbau dengan penjajah itu sangat merugikan dan harus
dilawan. Seperti Pangeran Diponegoro yang merupakan pahlawan bagi bangsa
Indonesia karena membela Indonesia (Indonesia Sentris).
DAFTAR PUSTAKA
· Kartodirdjo Sartono, 1982. Pemikiran dan
Perkembangan Historiografi
Indonesia: suatu Alternatif.
Jakarta: Gramedia.
·
Purwanto, 2004. Sejarawan Akademik dan
Disorientasi Historiografi: Sebuah Otokritik. Yogyakarta: Gramedia.
·
Miskawi, 2012.
metodelogi-dan-historiografi-sejarah.PDF (Diakses pada 27 September 2016)